Anggaran proyek Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur diduga mengandung unsur mark up atau penggelembungan.
Hal itu ditegaskan ekonom senior Rizal Ramli saat menjadi pembicara di channel Youtube Refly Harun, Selasa (27/12/2022).
Rizal Ramli mengatakan, potensi mark up dalam proyek IKN itu nilainya fantastis, menyentuh angka Rp 100 triliun.
"Memang untuk ibu kota baru mereka sudah anggarin buat dua tahun yang akan datang nyaris Rp 500 triliun. Kalau proyek infrastruktur itu minimal mark up-nya kan 20 persen, itu aja udah Rp 100 triliun kok," beber Rizal Ramli.
Baca Juga:5 Cara Ampuh Menjaga Hubungan Jarak Jauh Tetap Harmonis, Eratkan Komunikasi!
"Bakal jadi bancakan buat dua tahun yang akan datang, masa mau nambah lagi? Gila amat gitu lho. Padahal rakyat kita hampir semuanya lagi susah," imbuhnya.
Karena itulah mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman tersebut mendorong agar Pemilu dipercepat.
Pasalnya pemerintahan yang membiarkan korupsi merajalela dan membiarkan masyarakat hidup dalam kesengsaraan tidak sepatutnya diperpanjang.
"Logika itu justru harus dibalik. Pemerintah yang nggak becus, yang membiarkan korupsi terjadi secara masif dan KKN secara masif, yang bikin rakyat hidupnya susah, itu justru harus dipercepat," tutur Rizal.
"(Segera) diselesaikan, bukan diperpanjang. Logikanya saja logika ngawur!" tegasnya, lalu mencontohkan sikap kenegarawanan Presiden ke-3 BJ Habibie.
Baca Juga:Ini Deretan Smartphone yang Tak Bisa Pakai WhatsApp
"Setelah Pak Harto jatuh, terpilih Pak Habibie. Pak Habibie merasa bahwa legitimasi dia belum kuat, apalagi pada waktu itu banyak kalangan yang protes, ya sudah, diadakan Pemilu dipercepat tahun 1999, dua tahun kemudian," jelas Rizal.
"Ternyata, istilahnya dukungan terhadap Pak Habibie jauh berkurang, tapi beliau hebat, beliau negarawan, Pak Habibie memutuskan tidak maju lagi di Pemilihan Presiden di MPR," lanjutnya.
Karena itulah, kembali Rizal mendorong untuk pemilu dipercepat, apalagi di negara dengan sistem parlementer yang begitu korup dan membiarkan masyarakat hidup dalam kesengsaraan.