Puluhan warga mendesak Perhutani untuk melakukan sumpah pocong. Hal itu lantaran warga geram atas tindakan Perhutani yang menyerobot tanah milik mereka.
Desakan sumpah pocong itu disuarakan puluhan warga pemilik tanah seluas 9 hektare di Blok Cijengkol, Desa Mulyasari, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang yang menggelar aksi di kantor Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kabupaten Purwakarta pada Senin (6/2/2023).
Pada aksi itu, puluhan warga tersebut menuntut kejelasan atas status kepemilikan tanah milik mereka yang diduga diserobot oleh Perhutani.
Warga mengklaim, lahan tersebut merupakan milik mereka selama puluhan tahun. Warga juga mengaku rutin membayar pajak.
Baca Juga:Iriana Jokowi Ajak Makan Malam Bareng Para Pengawal Iring-iringan Usai Diguyur Hujan Deras
Kuasa Hukum warga Elyasa Budiyanto mengatakan, permasalahan sempat dibawa ke ranah peradilan tepatnya di Pengadilan Tinggi Karawang dan Pengadilan Tinggi Jawa Barat pada tahun 2021, permasalahan ini juga sempat dibawa hingga ke Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2022 lalu.
Elyasa menyebut dalam permasalahan ini warga berdasarkan bukti-bukti yang dimiliki berhasil memenangkan persidangan di Pengadilan Tinggi Karawang melalui Putusan Pengadilan Negeri Karawang no 67/Pdt.G/2021/PN.Kwg tanggal 17 November 2021. dan juga memenangkan persidangan di Pengadilan Tinggi Jawa Barat melalui Putusan Pengadilan Tinggi Bandung no 682/Pdt/2021/PT.Bdg.
Dalam dua persidangan di pegadilan tersebut warga berhasil memenangkan persidangan dengan membawa sejumlah bukti seperti validasi Girik/Kikitir oleh kepala desa Mulyasari dan camat Ciampel tahun tanggal 8 April 2013 dan pernyataan kepala desa dan camat soal status tanah tidak dalam keadaan sengketa tanggal 17 Mei 2013.
Selain itu, pada persidangan ditunjukan juga bukti keterangan riwayat pembayaran pajak hingga tahun 2022 dan keterangan penguasaan tanah/sporadik selama 60 tahun lebih.
Namun, warga kalah pada gugatan di MA melalui Putusa Mahkamah Agung RI no 1810 K / Pdt / 2022 tanggal 16 September 2022 yang kemudian pihak kuasa hukum meminta Peninjauan Kembali atau PK pada putusan MA tersebut.
Baca Juga:Geger, Kader Parpol Ditemukan Tewas di Saluran Air Pesanggrahan, Diduga Korban Kecelakaan
“Kalau kami tidak melakukan PK, maka warga melalui putusan tersebut dinilai telah melakukan perbuatan melanggar hukum, merusak dan merugikan tanah negara dan mereka dikenakan denda sebesar Rp 5 juta perhari dan denda imateriil Rp 1,9 miliar terhadap empat orang warga, Ingat, putusan MA tersebut hakim ditangkap KPK Lho,” kata Elyasa Budiyanto di sela-sela aksinya dikutip dari Purwakartaupdate.com--jejaring Suara.com.
Elyasa menjelaskan, dalam aksi hari ini puluhan warga turun langsung untuk menanyakan sejauh mana bukti yang dapat menjamin kepemilikan tanah bahwa tanah tersebut adalah milik Perhutani.
Pantauan media di lokasi, tak lama saat berjalannya aksi, perwakilan massa dan kuasa hukum diizinkan untuk masuk menemui perwakilan Perhutani KPH Purwakarta untuk berdiskusi. Dalam aksi yang berlangsung damai ini, massa akhirnya membubarkan diri setelah berdiskusi dengan perwakilan Perhutani KPH Purwakarta.
Sementara Kaur Hukum dan Agraria Perhutani KPH Purwakarta Yayat Sudrajat mengatakan, bahwa dalam aksi ini masyarakat menanyakan bukti kepemilikan tanah dari pihak Perhutani.
“Mereka mempertanyakan bukti-bukti katanya sertifikat, namun itu bukan sertifikat, tapi bukan itu, kalau Perhutani itu adanya berita acara tata batas (BATB), kita udah kasus dari tahun 2020,” ujar Yayat Sudrajat.
Dia mengatakan bahwa lahan yang di sengketakan ini luasnya sekitar 16 hektare, adapun, lanjut dia, bukti-bukti kepemilikan tanah dari warga tersebut diantaranya adalah letter C, AJB dan surat keterangan desa.