Sejumlah partai politik telah menjalin koalisi untuk menghadapi Pilpres 2024. Sebut saja PKB dan Partai Gerindra yang tergabung dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR).
Lalu PAN, PPP dan Partai Golkar yang menjalin Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Dan Koalisi Perubahan yang digawangi NasDem, Demokrat dan PKS.
PDI Perjuangan jadi satu-satunya partai politik yang belum menjalin koalisi. Lantas ke manakah partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu akan menjalin koalisi?
Pengamat Politik dari Universitas Widya Mandira Kupang, Mikhael Rajamuda Bataona menilai peluang PDIP berkoalisi dengan KIR dan KIB semakin terbuka menghadapi Pilpres 2024.
Baca Juga:Rommy Temui Sekjen PDIP, PPP: Pertemuan Sahabat Lama, Gak Resmi Antar DPP
"Untuk menghadapi koalisi perubahan yang digagas Nasdem, Demokrat dan PKS," katanya, Jumat (10/3/2023), dikutip dari Antara.
Ia mengatakan makna-makna simbolik yang direpresentasikan para pimpinan parpol KIB dan KIR sejauh ini menunjukkan indikasi yang kuat.
Terutama dalam narasi komunikasi politik yang muncul, terbaca bahwa mereka memiliki satu titik pijak yang sama yaitu melawan pihak yang menolak melanjutkan visi kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Artinya, baik KIR maupun KIB, keduanya mempunyai situasi psikologis dan suasana kebatinan yang sama, yaitu menolak calon presiden yang menjadi anti tesis Presiden Jokowi.
Menurut dia, bagi KIR maupun KIB, melanjutkan proyek pembangunan seperti Ibu Kota Negara (IKN), program hilirisasi bahan tambang seperti nikel, tembaga, program dana desa, pembangunan infrastruktur dan lainnya dalam rangka memperkuat perekonomian Indonesia adalah hal yang wajib.
Baca Juga:Hasto: PDIP dan PBB Pilih Jalan Ideologi, yang Lain Liberalisme
Program-program itu, kata dia, adalah kerja-kerja nyata Presiden Jokowi yang wajib dilanjutkan demi Indonesia hebat.
Sehingga bagi KIR, KIB maupun PDIP, kata dia, taruhannya akan sangat mahal jika kepemimpinan berikutnya jatuh ke tangan kelompok yang menjadi anti tesis Presiden Jokowi.
"Inilah alasan rasional mengapa koalisi PDIP, KIB, KIR, berpeluang terjadi karena pada dasarnya mereka mempunyai situasi psikologis dan suasana kebatinan yang sama. Yaitu sebagai gerbong besar yang ingin melanjutkan program-program Presiden Jokowi," katanya.
Bataona mengatakan, hal lain dari simbolisme politik yang sering direpresentasikan dua gerbong ini (KIB dan KIR) adalah dua poros koalisi ini, meskipun berbeda nama tetapi isinya sama yaitu sama-sama ingin agar ada "Jokowi baru" yang melanjutkan kepemimpinan bangsa ini.
"Pemegang 'kartu as' dua poros koalisi ini, adalah Presiden Jokowi. Artinya, dari yang terbaca secara politik, KIB adalah poros koalisi yang sengaja dikonsolidasikan dan sangat nampak sebagai representasi kekuatan Jokowi," katanya.
KIB, kata dia, seperti sebuah sekoci politik yang memang dirancang dan sudah disiapkan Presiden Jokowi untuk menjadi alat tawar menawar dengan PDIP dan KIR.
Dengan demikian, pada saatnya, PDIP akan berkomunikasi dengan Jokowi mengenai siapa yang harus dimajukan oleh PDIP. PDIP akan sangat mendengarkan Jokowi karena di belakangnya ada kekuatan politik besar yaitu KIB.
"Dari situ dapat diinterpretasi bahwa akan sangat mudah bagi PDIP untuk mendekati KIB dan membangun komunikasi dalam rangka berkoalisi, bahkan bisa saja PDIP menawarkan opsi ini ke KIR juga," katanya.